Pasti kita sudah tidak asing lagi mendengar kata mahasiswa, seorang yang memiliki intelektualitas tinggi dan menjadi harapan bangsa.
Harapan yang bukan hanya sekedar harapan saja.
Namun menjadi cita-cita besar bangsa bahwa pemuda yang di godok dalam universitas mampu merealisasikan cita-cita besar bangsa Indonesia dan menjadi penerus tampuk kepemimpinan bangsa kedepannya.
Mahasiswa terkenal sebagai orang yang rajin berdiskusi, semangat intelektualitas yang tinggi serta jiwa muda yang berapi-api menjadikan mahasiswa memiliki peran ganda dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peran Mahasiswa
Peran ganda tersebut dapat kita lihat dari sematan gelar mahasiswa yaitu: Agent of Change dan Agent of Social Control.
Gelar tersebut menandakan bahwa arah gerak suatu bangsa berada pada tangan mahasiswa dan juga pemuda.
Maka dari itu, mahasiswa harus benar-benar memahami peran ganda tersebut dan pada akhirnya mampu mengubah bangsa dan menjadi dinamisator dalam konteks kenegaraan.
Dinamisator bukan hanya melakukan aksi demonstrasi pada saat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Akan tetapi mahasiswa harus benar-benar berkontribusi dalam bidang sosial dan ekonomi sebagai upaya mengentaskan kemiskinan serta berkontribusi mahasiswa terhadap pembangunan bangsa semakin nyata.
Kontribusi nyata mahasiswa dalam membangun bangsa dapat terealisasi dengan cara mengimplementasikan Tri Dharma perguruan tinggi sebagai landasan gerak.
Dengan demikian mahasiswa tidak hanya terkungkung dalam aksi demontrasi dan condong dalam kajian politik semata, yang kemudian melupakan perannya sebagai jembatan aspirasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan bentuk nyata mahasiswa melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Pemberdayaan langsung dengan turun ke desa merupakan aksi nyata yang lebih memberikan dampak kepada masyarakat daripada mengatakan membela tapi hanya sekedar melakukan aksi demonstrasi.
Lemahnya Semangat Pemberdayaan
Lemahnya semangat pengabdian mahasiswa menjadi masalah baru pada konteks saat ini.
Organisasi mahasiswa sebagai sarang para aktivis juga sering kali kehilangan arah ketika dituntut untuk melakukan pengabdian masyarakat.
Hilang arah dalam melakukan pengabdian masyarakat bisa jadi karena pragmatisme gerakan organisasi mahasiswa.
Yang pada akhirnya rancangan program kerja tidak terstruktur atau konsep untuk melakukan pengabdian masyarakat tidak matang dan hanya sebatas mengadakan bakti sosial.
Selain daripada itu, KKN sebagai program wajib setiap Universitas, kerap kali hanya sekedar formalitas mahasiswa untuk mendapatkan nilai sebagai syarat kelulusan.
Untuk menjawab hal ini serta menumbuhkan kembali semangat mahasiswa dalam melakukan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.
Teologi Al-Maun Sebagai Ruh Gerakan
Maka perlu kiranya surat Al-ma’un sebagai ruh gerakan dalam setiap langkah mahasiswa dan pada akhirnya gerakannya tidak berjalan secara sporadis.
Semangat al-ma’un atau dalam Muhammadiyah lebih familiar dengan sebutan teologi Al-Ma’un merupakan semangat untuk melakukan hubungan muamalah kepada sesama manusia.
Pada akhirnya tidak hanya sebatas beribadah kepada Allah SWT.
Surah Al-Ma’un ini di ajarkan berkali-kali oleh K.H Ahmad Dahlan, yang kemudian menimbulkan pertanyaan di kalangan murid-muridnya.
Surah al-ma’un di ajarkan berulang-ulang merupakan suatu bentuk bahwa perlunya pengalaman setiap teori yang telah di dapatkan.
Dengan demikian ilmu yang di miliki tidak hanya dipahami secara teoritis, tetapi menjadi sebuah amalan dalam kehidupan nyata.
Semangat Al-Ma’un merupakan bentuk upaya pembebasan manusia dari kebodohan, kemiskinan dan ketertindasan.
Ketiga hal tersebut menjadi poin pokok semangat dalam melakukan pemberdayaan masyarakat.
Semangat Al-Ma’un ini yang harapannya mampu mengentaskan problematika sosial yang terjadi pada masyarakat.
Pada tataran Mahasiswa semangat Al-Ma’un tidak hanya arti normatif yang pada akhirnya hanya sekedar mengadakan acara-acara musiman yang tidak memberikan dampak besar terhadap masyarakat.
Namun Semangat Al-Ma’un ini perlu kiranya menjadi kajian yang harus ada dalam gerakan mahasiswa.
Kemudian melakukan perbandingan dengan teori-teori sosial barat yang harapannya mahasiswa menemukan metode dan corak baru dalam melakukan pemberdayaan masyarakat.
Pada akhirnya ketika mahasiswa mendapatkan metode baru atau corak baru hasil perbandingan antara teologi Al-Ma’un dan teori sosial barat, timbul semangat pemberdayaan masyarakat di seluruh kalangan masyarakat.
Kemudian mahasiswa tidak hanya sekedar melakukan kritik melalui aksi demonstrasi.
Akan tetapi turut terlibat dan merasakan langsung perjuangan masyarakat sipil yang lebih membutuhkan aksi nyata mahasiswa bukan hanya sekedar teriakan lantang saat demonstrasi.
Baca juga: Haruskah Perempuan Memiliki Pendidikan ?