Wakil Bupati Tapanuli Selatan, Rasyid Assaf Dongoran, MSi., menyikapi suasana demokrasi pemilihan kepala desa yang akan digelar di Kabupaten Tapanuli Selatan pada 14 Desember 2022 dimana hampir terdapat 107 Desa yang akan menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Ia berpesan kepada masyarakat, para calon kepala desa dan tim sukses, agar selalu mengutamakan kesatuan dan keutuhan masyarakat. Sejak dahulu kita telah diajarkan dan dididik dalam lingkup Dalihan Natolu, untuk itu tidaklah etis seandainya suasana pemilihan kepala desa akan membuat kegaduhan atau perselisihan sehingga membuat konflik yang tidak berujung dan dapat mengganggu roda pembangunan di desa.
“Kita semua khususnya masyarakat Tapanuli Selatan sudah saatnya lebih dewasa dalam memilih pemimpin. Ingat bahwa masa depan dan kemajuan desa ditentukan dari pilihan kita dan bahwa setiap masyarakat memiliki tanggungjawab yang besar untuk memajukan desanya masing-masing, “ujar Rasyid.
Perlu diingat bahwa Undang-undang No 6 Tahun 2014 mengamanatkan seorang kepala desa memiliki kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Menaati dan menegakkan peraturan perundangundangan, melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender, melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme, menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di desa.
Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik, mengelola keuangan dan aset desa, melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa, menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa, mengembangkan perekonomian masyarakat desa, membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa, memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan, mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Konflik kepentingan dalam ajang pemilihan kepala desa memang tidak terhindarkan dan berlaga strategi isu segala macam nya .
“Dalam praktiknya, baik pra pemilihan ataupun pasca pemilihan terdapat beberapa faktor yang dapat menjurus dan berakhir pada konflik sosial. Konflik yang terjadi baik antar individu atau antar kelompok dapat memicu perpecahan antar masyarakat,” ujar Rasyid.
Ia mengatakan permasalahan umum yang terjadi dalam konflik sosial di desa adalah masalah dari perilaku tim sukses calon kepala desa tidak terpilih yang mengklaim bahwa calon kepala desa pilihannya yang paling potensial sehingga memicu terjadinya konflik.
Menurut dia calon kades, baik petahana atau calon baru , harus punya mental yang mendidik, tenang dan tidak baperan dan juga dia harus siap menang dan siap kalah. Calon kades juga harus saling menjaga keamanan dan kondusifitas di tengah-tengah masyarakat.
Calon kades harus bisa mengayomi para tim sukses (timses) dan pendukungnya agar tidak melakukan tindakan yang merugikan semua pihak dan masyarakat khususnya menjaga soliditas agar tidak ada perpecahan pasca Pilkades.
Siapapun yang terpilih, itulah yang terbaik, setelah itu sang kades terpilih harus mampu bekerja dan menerapkan kepemimpinan komunikasi yang menyatukan rakyat desanya , bukan sebaliknya berkuping tipis dan bagaikan raja yang selamanya duduk di singgasana, menerapkan komunikasi informasi yang cenderung memperparah keadaaan perpecahan sosial masyarakat desa.
Akhirnya, semua akan berpulang kepada masyarakat desa sendiri apakah akan mengorbankan masa depan desanya hanya dengan iming-iming siapa yang lebih banyak isi amplop atau ” mereka berpikir dan memutuskan bahwa yang bagus dipertahankan dan yang kurang bagus untuk diganti.
“Carilah pemmpinan yang menjaga shalatnya dan mengayomi si kaum lemah dan memiliki kepemimpinan mengajak kolaboratif , bukan memecah belah rakyat, Terutama mengemban amanah rakyat, ” tutup Rasyid.