Fenomena penggunaan istilah “Ghibah” yang sedang trend akhir-akhir ini khususnya di jagad dunia maya menjadi ironi. Pasalnya, kata ghibah menjadi sesuatu yang dianggap “wajar” bahkan kekinian/gaul.
Kosakata yang satu ini menjadi diksi yang banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari namun bukan untuk diwanti-wanti melainkan dijadikan bahan bercandaan dan ironisnya lagi dijadikan sebagai ajang pamer seolah hal itu adalah suatu prestasi pencapaian yang patut dibanggakan.
Padahal sebagai seorang Muslim harusnya sadar bahwa kita dituntut untuk berhati-hati dalam setiap Tindakan bahkan ucapan yang keluar dari lisan kita.
Hal ini berarti juga dalam era digital adalah berhati-hati dalam mengetik tulisan kita didalam platform digital khususnya sosial media.
Sebenarnya Apakah pengertian ghibah?
Secara etimologi, kata ghibah berasal dari kosakata Bahasa Arab “ghaaba” yang memiliki arti sesuatu yang tersembunyi dari mata.
Secara istilah, ghibah adalah sesuatu pembicaraan dengan ketiadaan orang yang dibicarakan dan obyek pembicaraan tentang kekurangan atau aib seseorang dan orang tersebut tidak rela dengan pembicaraan itu.
Menurut Ibnu Mas’ud, ghibah adalah menyebutkan apa yang diketahui pada orang lain, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan.
Menurut Syaikh Salim al-Hilali, ghibah adalah menyebutkan aib orang lain dan dia dalam keadaan tidak hadir dihadapan engkau. Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari buruk-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Hujurāt [49]: 12)
Nabi Muhammad SAW telah menekanan bahaya ghibah melalui beberapa hadits yang baginda sampaikan. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani yang mana artinya adalah:
Dari Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Hati-hatilah kamu dari ghibah, karena sesungguhnya ghibah itu lebih berat daripada berzina. Mereka berkata, “Bagaimanakah bisa ghibah lebih berat daripada zina? Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya orang yang berzina bila bertaubat maka Allah akan mengampuninya, sedangkan orang yang ghibah tidak akan diampuni dosanya oleh Allah, sebelum orang yang dighibahi memaafkannya”.
Maraknya konten yang “mewajarkan” mengghibah sebaiknya tidak diberi panggung agar pemahaman terhadap konteks ghibah ini tidak menjadi kesalahpahaman makna. Sebab ghibah bukanlah suatu prestasi yang dapat dibanggakan dan dipamerkan, melainkan suatu Tindakan yang sangat membutuhkan kehati-hatian kita untuk tidak tergelincir kedalam perbuatan tersebut. Karena kerugianlah yang akan dituai oleh orang yang gemar melakukan perbuatan ghibah ini.
Disamping pahala yang dimiliki situkang ghibah akan ditransfer kepada orang yang dia ghibahi , ianya juga diancam Allah SWT bukakan aibnya didunia bahkan didalam rumahnya sendiri jika tidak mau menutupi aib dari saudaranya khususnya sesame Muslim.
Demikianlah sahabat, kehati-hatian kita dalam bertutur kata termasuk memilih diksi dalam percakapan sehari-hari sudah menjadi tuntutan kita sebagai bentuk ketaatan terhadap syariat agama yang kita anut yaitu Islam.
Segala aturan yang mungkin masih kita rasa berat untuk kita jalankan sejatinya adalah demi kebaikan dan keselamatan diri kita sendiri baik untuk kemaslahatan dunia kita dan khususnya keselamatan akhirat kita.
Semoga kita termasuk kedalam golongan umat Nabi Muhammad yang selamat dalam menjaga lisan dan tulisan kita terutama selamat dari perbuatan tercela ghibah. Aamiin.