Nasib tragis Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Natal yang hancur, Kabupaten Mandailing Natal, ternyata belum cukup parah untuk dapat mengetuk moralitas kebertanggung jawaban para pihak terkait, terutama Gubernur dan Penegak Hukum di Sumatera Utara.
Mengapa tidak, setiap hari hanya jadi tontonan gratis betapa para penambang liar dengan puluhan alat berat beroperasi di kawasan itu dengan terbuka, terang-terangan seperti tanpa ada rasa bersalah dan rasa takut kepada hukum serta ancaman peradaban pantai barat.
Walaupun jauh sebelum ini, Gubernur Sumatera Utara Edi Rahmayadi telah mengeluarkan pernyataan akan menutup tambang illegal, tapi hingga saat ini masih setingkat pernyataan saja.
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumatera Utara, mendesak Kapolda Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak segera turun dan menutup tambang liar di DAS Batang Natal.
“Kita berharap keseriusan Kapolda agar berani menutup tambang liar sebagai bukti penegakan hukum di Sumatera Utara,” jelas Muharram, Sekretaris PKC PMII Sumut, Senin (30/8/2021) sore
Protes lain datang dari Hamdan Bisri (25) putra pantai barat, kecamatan Natal, Hamdan Bisri mendesak Pemkab Mandailing Natal dan Gubernur Sumatera Utara tidak tutup mata dengan persoalan tersebut.
“Yang menambang di DAS tersebut bukanlah masyarakat kecil, masyarakat tidak mampu disana hanya pekerja upahan bagi para pemodal, dan kami dihilir sungai Batang Natal sebagai korban,” beber Hamdan
Jika pembiaran ini terus berlanjut, sambung Hamdan, maka yang akan musnah bukan hanya sungai sebagai aktifitas keseharian warga, tapi bisa mengancam hancurnya peradaban di Pantai Barat.
“Sungai tidak bisa dimanfaatkan untuk aktifitas warga karna keruh, nelayan dimuara sungai terancam mata pencaharian, dan bukan tidak mungkin menciptakan konflik horizontal antar warga dihulu dan hilir,” tandas Hamdan