Tindakan Represif Polisi Dalam Aksi Mahasiswa di Depan DPRD Sumatera Utara: Kekerasan dan Pelanggaran HAM

Mahasiswa, News2281 Dilihat

Sumatera Utara, 27 Agustus 2025 – Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Sumatera Utara pada tanggal 26 dan 27 Agustus di depan Gedung DPRD Sumatera Utara berujung pada tindakan represif aparat kepolisian yang menuai kecaman luas. Mahasiswa yang menuntut pembubaran DPR-RI dengan alasan tidak efektif dalam mewakili aspirasi rakyat, justru mendapat perlakuan kekerasan dari polisi saat melakukan unjuk rasa secara damai.

Ketua Umum DPD IMM Sumatera Utara, Rahmat Taufiq Pardede, mengalami penganiayaan saat aksi berlangsung. Ia dipukul hingga wajahnya memar. Tidak hanya itu, salah satu kader IMM, Muhammad Fahri, harus dilarikan ke Rumah Sakit Imelda setelah menerima pukulan keras yang menyebabkan luka di kepala dan membutuhkan empat jahitan. Bahkan, rekan mahasiswa dari HMI pun tak luput dari tindakan kekerasan, dipukul dan dibanting oleh aparat keamanan.

Kejadian pada tanggal 26 Agustus sangat tragis, di mana mahasiswa dipukuli dengan kekerasan yang dianggap tidak berperikemanusiaan, hingga salah seorang dari mereka mengalami kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. Kekerasan ini berlanjut pada aksi kedua tanggal 27 Agustus dengan pola yang sama.

Ridwan Hamid Sitompul, Sekretaris DPD IMM Sumatera Utara, menyatakan kekecewaannya atas sikap arogan aparat kepolisian. “Ini catatan buruk bagi institusi kepolisian yang mestinya melindungi warga negara, bukan menganiaya mereka. Kami menuntut pencopotan Kapolda Sumatera Utara dan pemberian sanksi tegas bagi oknum yang melakukan kekerasan ini. Jika tidak, kami bersama elemen mahasiswa akan menggalang aksi besar untuk menuntut pembubaran institusi kepolisian yang telah menyalahgunakan kekuasaannya,” ujarnya tegas.

Masyarakat dan kalangan mahasiswa kini menunggu respons dari pihak kepolisian dan pemerintah terkait tindakan represif yang dinilai melanggar hak asasi manusia ini. Situasi ini menjadi sorotan serius dalam konteks pelaksanaan demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *