Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah (Founder Literasi Jalanan Kudus)
Zonaintelektual.Com-Pernyataan bahwa seorang santri harus kaya bukan merupakan kalimat yang berlebihan karena ini adalah sebuah desakan untuk memberikan kebermanfaatan bagi khalayak luas. Ini berpengaruh pada zaman sekarang dimana pengaruh material sangat kuat. Seringkali, orang yang memiliki kekayaan akan lebih didengarkan dan dihargai sehingga ini yang menuntut mengapa harus kaya. Seorang santri sekarang juga bukan hanya belajar agama, nanti pasca lulus mereka harus mampu bersaing. Idealnya, mereka bukan hanya sebagai guru ngaji, ustadz, guru diniyah atau TPQ, tetapi juga bisa menjadi politikus, profesional, atau bahkan pengusaha karena sejatinya bila mereka dapat belajar agama dengan baik serta memiliki kemandirian finansial, mereka dapat lebih berkontribusi secara nyata kepada masyarakat. Inilah yang menjadikan kehidupan duniawi dan ukhrawi memiliki keseimbangan yang baik.
Pada hari santri tahun 2024, mengusung tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan” dimana mereka harus mampu memberikan kontribusi kepada negeri, terutama masyarakat. Hari santri ini telah diperingati sejak 22 Oktober pada tahun 2015 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri yang diteken oleh Presiden Joko Widodo. Alasan tanggal dan bulan tersebut, dilansir dari NU Online, karena dilatarbelakangi oleh sejarah resolusi jihad yang diprakasai oleh pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari, pada 22 Oktober 1945.
Persoalan harus kaya juga telah disebutkan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (atau akrab disapa Gus Baha) yang pernah menegaskan bagi kiai, orang saleh, dan sebagainya untuk memiliki harta (kaya) karena jikalau orang fasik yang memiliki kekayaan akan menjadi sarana pada hal yang berbau kemaksiatan, sedangkan akan dibawa dalam hal kebaikan bila orang saleh yang memilikinya. Ini secara tidak langsung juga menyampaikan bahwa seorang santri nantinya harus menjadi orang kaya. Pada agenda Haul Majemuk Masyayikh dan Keluarga Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kec. Banyuputih, Kab. Situbondo, Jawa Timur, beliau juga cerita bahwa dulu Imam Malik pernah membiayai Imam Syafi’i untuk ke Irak guna menemui Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban. Begitu beliau sampai di lokasi, perasaan kaget menyertai karena tuan rumah memiliki kekayaan yang luar biasa, bahkan pada saat itu sedang menata emas dan uang di ruang tamunya. Melihat itu, Imam Syafi’i sempat terlintas dalam pikirannya menyangka bahwa Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban adalah seseorang yang materialistis. Kemudian, Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban menimpali bahwa Imam Syafi’i pasti kaget. Kemudian dilanjutkan menyampaikan bahwa jikalau Imam Syafi’i mempersoalkan orang saleh yang kaya, maka harta Muhammad bin Asy-Syaiban akan diberikan kepada orang fasik agar digunakan untuk selingkuh, judi, maksiat, dan lain sebagainya. Melihat itu, Imam Syafi’i melarang dan menyampaikan bahwa harta ini harus di tangan orang saleh, karena jika tidak akan menimbulkan hal yang berbahaya. Selain itu, Gus Baha juga menyampaikan bahwa selain kaya, orang saleh harus memegang kekuasaan.
Wakil ketua MUI, KH Marsudi Syuhud, juga menyampaikan bahwa alasan santri harus kaya adalah biar bisa memberi, bukan hanya menerima. Selain memahami ilmu agama, mereka harus memahami dunia industri. Beliau mencontohkan bahwa shalat membutuhkan sarung, baju koko, peci, dan lain-lain. Kemudian, jika ingin haji, mereka harus memikirkan tiket pesawat. Ini menandakan bahwa hampir segala hal butuh harta. Dapat dilihat kalau tidak memiliki harta, seorang santri sulit untuk membeli perlengkapan sholat yang bagus. Selain itu, bila tidak memiliki harta, sangat sulit untuk datang ke makam Rasulullah, juga mengunjungi mekkah dan madinah untuk menunaikan ibadah haji dan umroh. Selanjutnya, tanpa harta, mereka juga akan kesulitan membantu orang lain jika mengalami kesusahan. Sebagai contoh, jika ada tetangga yang kelaparan, mereka sebenarnya tidak terlalu butuh untuk diberikan banyak ceramah atau dakwah karena yang dibutuhkan adalah bantuan secara langsung berupa makanan.
Kekayaan santri itu seharusnya bukan ditujukan untuk keserakahan, namun wajib untuk memberikan pemberdayaan dan kebermanfaatan. Dengan memiliki kekayaan yang memadai, mereka bukan hanya ceramah, namun juga dapat memberikan solusi yang nyata. Contohnya adalah ketika ada anggota keluarga yang sedang sakit dan tidak memiliki biaya untuk membayar administrasi rumah sakit, mereka dapat menolong dengan memberikan sebagian hartanya untuk membayarnya. Kemudian, kekayaan juga dapat membantu mereka untuk fokus dalam beribadah karena sudah tidak memikirkan apa yang akan dimakan, bagaimana membayar SPP putranya, dan lain sebagainya. Inilah yang menyebabkan bahwa kalimat “santri harus kaya” adalah krusial dan perlu untuk diusahakan.
Oleh sebab itu, saat ini bukan hanya dakwah yang perlu disampaikan, namun juga bantuan konkret yang berguna bagi khalayak agar dapat mengubah kondisi umat menjadi lebih baik lagi. Melalui kekayaan tersebut, sangat diharapkan bahwa kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas dan dapat menyingkirkan hal yang berbau keserakahan. Selamat hari santri, semoga tetap berjaya. Aamiin YRA.