Akhir-akhir ini jagat perfilman Indonesia sedang ramai memperbincangkan “KKN di Desa Penari” yang tayang di bioskop sejak tanggal 30 April 2022. Antrean untuk mendapatkan tiket bioskop film tersebut membutuhkan perjuangan karena peminatnya sangat tinggi.
Film yang disutradarai oleh Alwi Suryadi, pada tanggal 12 Mei 2022 pukul 17.00 WIB telah merayakan 4,5 juta penonton yang dihadiri oleh Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Manoj Punjabi yang merupakan produser MD Pictures.
Kebanggan terhadap membludaknya tiket bioskop “KKN di Desa Penari” ternyata menyimpan rasa sedih karena banyak masyarakat yang menjadi spoiler di media sosial seperti tiktok, instagram, youtube, dan lain-lain. Mereka memotret atau merekam film yang ditayangkan di bioskop agar dapat di upload dengan tujuan viral atau bahasa gaulnya “fyp (for your page)”.
Bukti banyak yang mengupload cuplikan film “KKN di Desa Penari” dapat di lihat di pencarian tiktok dengan hastag kkn di desa penari. Jika diakumulasikan cuplikannya bisa menghabiskan waktu beberapa menit untuk melihatnya sehingga dapat merugikan tim produksi film dan bioskop karena sudah dulu ada spoiler. Padahal yang diizinkan untuk di lihat terlebih dulu dan boleh disebarkan adalah trailer film “KKN di Desa Penari”, bukan cuplikan film dari bioskop.
Ternyata merekam atau memotret di gedung bioskop saat film diputar atau menguploadnya dapat melanggar hak ekslusif dari yang membuat atau memproduksi film. Dalam data Pangkalan Kekayaan Intelektual, film “KKN di Desa Penari” telah didaftarkan merek dengan kode kelas 41 (pendidikan, penyediaan latihan, hiburan, kegiatan olahraga dan kesenian serta nomor permohonannya adalah JID2019051775 yang diterima pada tanggal 09 September 2019.
Pada dasarnya, hak ekslusif di dalam intellectual property rights merupakan hak yang diberikan secara khusus kepada orang yang memiliki kekayaan intelektual agar mengantisipasi orang lain membuat, menggunakan, atau berbuat sesuatu tanpa izin (seenaknya). Kekayaan intelektual yang sudah didaftarkan resmi akan dilindungi oleh UU yang mengatur, dalam hal ini tentang kekayaan intelektual. Film “KKN di Desa Penari” merupakan karya sinematografi karena merupakan ciptaan dengan gambar bergerak.
Peringatan untuk tidak merekam, memfoto, atau mengupload secara ilegal telah disuguhkan oleh bioskop sebelum film dimulai disengaja atau tidak karena berdampak pada kerugian yang dialami oleh bioskop dan tim produksi film sehingga akan berdampak pada akibat hukum.
Ketika terdapat orang yang menyebarkan cuplikan atau film “KKN di Desa Penari” di bioskop, mereka telah melanggar hak ekonomi pada pencipta sehingga dapat dijatuhi hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah sesuai dengan ketentuan pasal 113 ayat (3) UU No. 28 tahun 2014. Pemilik hak ekslusif dapat melaporkan atau menggugat pelanggar hak ekonomi karena merupakan delik aduan.
Etika sebagai parameter untuk mempertimbangkan baik dan buruk tidak diperhatikan karena berpikir secara pragmatis dengan berharap mendapat fyp tanpa melihat akibat hukumnya. Mereka yang melanggar dapat dijatuhi hukuman pidana walaupun ultimum remedium.
Sebagai makhluk sosial, masyarakat perlu memperhatikan norma yang berlaku agar tidak tersandung kasus demi kepentingan yang bersifat semu. Negara Indonesia yang merupakan Negara hukum menganggap bahwa seluruh masyarakat sadar dan memahami regulasi yang berlaku. Jadi, tidak ada alas an masyarakat tidak mengetahui hukum di Indonesia.
Maka dari itu, untuk menghindari tersandung kasus hak ekslusif yang ada dalam hak kekayaan intelektual sebaiknya sebagai masyarakat lebih menghargai karya anak bangsa dan dapat mempertimbangkan hukum yang berlaku agar dapat hidup harmonis. Hukum ada untuk mengatur masyarakat yang berorientasi pada kebermanfaatan dan keadilan.
Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah, S. H (Ketua Biro Penyuluhan dan Penerangan Hukum DPC Permahi Semarang)