Hari ini, 21 tahun lalu, tepatnya 30 Agustus 1999, Timor Leste (dulu dikenal Timor Timur) mengadakan jajak pendapat atau referendum untuk memilih melepaskan diri atau tetap bersama Indonesia.
Timor Timur sebelumnya bagian dari Indonesia sebagai provinsi ke-27. Pada 30 Agustus 1999 dilakukan pemungutan suara bagi warga Timor Timur untuk memilih apakah akan tetap bersama Indonesia atau menjadi negara sendiri.
Referendum yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengakhiri konflik yang terjadi sebelumnya.
Serta memberi jalan bagi mereka meraih lepas dari Indonesia.
Timor Leste baru resmi diakui sebagai negara secara internasional 3 tahun setelah pemungutan suara, yaitu pada 2002.

Referendum
Dilansir AFP via Kompas.com, (30/8/2019), selama 24 tahun, rakyat Timor Timur hidup dalam konflik, kelaparan, hingga penyakit. Lebih dari 250.000 korban meninggal dampak dari kondisi tersebut.
Penyelesaian masalah di Timor Timur mendekati akhir saat diadakannya jajak pendapat pada 30 Agustus 1999. Dilansir Harian Kompas, Selasa, 31 Agustus 1999, penentuan pendapat untuk menentukan masa depan Timor Timur hari Senin (30/8) berlangsung lancar dan sukses.
Pada saat itu pemilih yang berpartisipasi mencapai 90 persen, sehingga penentuan pendapat tidak perlu diperpanjang.
Pemungutan suara kala itu diwarnai insiden di beberapa tempat. Salah satunya adanya seorang guru SD yang dianiaya sekelompok orang.
Dia berteriak mengatakan jajak pendapat itu tidak jujur karena yang dipekerjakan di Unamet adalah orang-orang CNRT. Setelah itu punggungnya ditikam hingga tewas.
Meski begitu hasil jajak pendapat tetap dilangsungkan dan akhirnya hasilnya dibawa ke PBB.