Profetik berasal dari bahasa Inggris yaitu “Propeth” yang berarti nabi, makna dari profetik adalah mempunyai sifat atau ciri seperti nabi.
Di Indonesia profetik ini sering dikaitkan dengan Ilmu sosial profetik dan ilmu ini di gagas oleh Prof.DR.Kuntowijoyo.
Namun dalam jagad pemikiran islam konsep profetik ini telah terlebih dahulu di gagas oleh Muhammad Iqbal salah seorang seniman dan tokoh pemikir Islam dari Pakistan.
Konsep Profetik Muhammad Iqbal berawal dari kisah isra’ dan mi’rajnya nabi Muhammad SAW.
Diilustrisakan oleh Muhammad Iqbal jika nabi itu seorang mistikus, maka tentu ia tidak akan pernah mau turun kembali kebumi karena telah merasa tentram dengan Tuhannya.
Ilmu sosial Profetik ini di landaskan pada Al-quran Surah Ali-imran ayat 110 yang berbunyi :
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
Artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Dari ayat di atas Kuntowijoyo membagi ilmu sosial profetik menjadi tiga konsep yaitu :
Ta’muruna bil ma’ruf atau menyeru kepada yg ma’ruf (Humanisasi) artinya bahwa manusia diharapkan dapat memanusiakan manusia.
Konteks ini adalah menyeru manusia kepada kebaikan tidak hanya pada konteks individu namun konteksnya lebih luas dengan melakukan kebaikan kepada sesamanya.
Konteks ta’muruna bil ma’ruf ini harus ditransformasikan melalui sosial budaya yang ditafsirkan dengan emansipasi manusia kepada fitrahnya.