Zonainteletual – Pada 2006, Malaysia mengumumkan kepada dunia bahwa mereka akan menerbangkan astronot pertamanya ke luar angkasa, Sheikh Muzaphar Sukhor. Bukan hanya sebagai Malaysia pertama yang melakukan ekspedisi ke antariksa, Muzaphar juga menjadi muslim ketiga yang menjadi astronot.
Pada 10 Oktober 2007, Muzaphar bersama 15 kru lepas landas meninggalkan bumi menuju International Space Station (ISS) dan akan tinggal di sana selama 11 hari. Mereka diterbangkan dengan pesawat Soyuz TMA-11 dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan.
Muzaphar merupakan astronot yang terpilih dari sekitar 10.000 pendaftar dalam program Angkasawan yang diadakan Malaysia. Program ini diselenggarakan sebagai bentuk terima kasih Rusia kepada Malaysia yang sudah membeli pesawat Sukhoi Su-30MKM buatan Rusia.
Problem Arah Kiblat di Luar Angkasa
Muzaphar tentu saja bangga dan bahagia karena impiannya sejak masih berusia 10 tahun akhirnya tercapai. Namun, di sisi lain, Muzaphar menghadapi persoalan. Bukan tentang bagaimana hidup beberapa hari di luar angkasa melainkan bagaimana melakukan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang Muslim, terutama salat. Yang menantang lagi, perjalanan ke luar angkasa yang akan dijalani Muzaphar kala itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan.
“Saya adalah seorang Muslim, saya beragama Islam sehingga prioritas saya (melakukan perjalanan ke luar angkasa) adalah lebih dari melakukan eksperimen di sana. Sebagai seorang Muslim, saya ingin tetap bisa menjalankan kewajiban saya di atas sana. Saya ingin bisa tetap berpuasa,” ujar Sheikh Muzaphar kala itu seperti ditulis Associated Press pada 2007.
Salat sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang sudah akil balig. Setiap muslim melakukan salat dengan menghadap ke arah kiblat yang berada di Mekah, Arab Saudi, sebanyak lima kali dalam sehari, dari subuh sebelum terbit fajar hingga malam. Matahari menjadi patokan untuk melakukan salat di setiap waktunya.
Namun, pergerakan matahari yang mudah diikuti dari bumi tidak akan gampang dinikmati dari luar angkasa. Situasi ini akan membuat astronot kesulitan menentukan waktu salat. Masalah kedua adalah stasiun ruang angkasa bergerak mengitari bumi sebanyak 16 kali dalam sehari dan ini membuat arah kiblat berubah dengan cepat. Bisa saja dalam satu waktu salat, arah kiblat jadi berbalik 180 derajat akibat pergerakan stasiun ruang angkasa.
Hal ini benar-benar dialami oleh Pangeran Sultan bin Salman bin Abdul-Aziz Al Saud, muslim pertama di dunia yang melakukan perjalanan keluar angkasa pada 1985. Kepada radio NPR Amerika Serikat pada 2011 ia berbagi cerita soal itu.
“Di pesawat ruang angkasa kita akan sulit untuk benar-benar menghadap Mekah meskipun pesawat bergerak ke arah timur, tapi pesawat bergerak sangat cepat. Ketika satu waktu kita menghadap Mekah, beberapa detik kemudian mungkin kita sudah menghadap ke arah lain,” kisahnya pada penyiar Michel Martin.
Ia menambahkan, “Saya harus mengikat kaki agar bisa berlutut karena di area zero gravity kita tidak bisa berlutut dengan sempurna. Dan saya tidak melakukan salat lima kali sehari melainkan tiga kali sebagaimana yang bisa dilakukan oleh seorang musafir.”