Haji Abdul Malik Karim Amrullah nama lengkapnya, kebanyakan orang mengenalnya dengan sebutan HAMKA lahir di tepi danau Maninjau.
Hamka dilahirkan dari pasangan Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan Siti Shafiyah tanjung.
pada 17 Februari 1908. Masa kecilnya dihabiskan untuk bermain di tepi danau maninjau.
Hamka lebih dekat dengan kakek dan neneknya daripada ayahnya karena kakek Hamka memberikan kebebasan dan kegembiraan.
Sedangkan ayahnya tegas dan tak segan memukul Hamka dengan tongkat jika dia nakal.
Sewaktu kecil Hamka sering di panggil si Malik yang nakal karena sering membuat pusing orang kampung.
Kenakalan Hamka membuat ayahnya kesal dan memboyongnya ke Padang Panjang pada usia tujuh tahun.
Di Padang Panjang Hamka mulai belajar shalat dan mengaji kepada kakaknya, Fatimah.
Namun Hamka tak serius, keseriusan Hamka tumbuh ketika di ajar oleh seorang gadis yang bernama Khamsiah, gadis yang membuat Hamka lupa untuk bermain.
Pada usia sembilan tahun Hamka dimasukan ke sekolah desa disanalah Hamka belajar membaca dan berhitung, namun Hamka hanya sekolah desa selama tiga tahun saja.
Setelah itu Hamka di ajar langsung oleh ayahnya sendiri di Thawalib pada sore hari dan di diniyah school yang didirikan oleh Zainudin Labai El-Yunisi pada pagi hari dan malamnya kembali kesurau untuk mengaji.
Kepadatan dan beratnya materi yang di ajarkan Hamka kecil merasakan kesehariannya itu membosankan dan mengekang masa kanak-kanaknya.
Ditengah padat dan membosankannya keseharian Hamka kecil, gurunya Zainudin Labai membuka bibliotek (Tempat penyewaan buku).
Setiap petang hamka mendatangi tempat itu untuk meminjam buku.
Kegemaran Hamka kecil ditentang oleh ayahnya, karena harapan ayahnya Hamka dididik menjadi seorang ulama sebagai pewaris ilmunya.
Kisah perantauan HAMKA
Ketika usia Hamka lima belas tahun ia mengikuti adat tradisi orang Minangkabau dengan merantau ke Yogyakarta.
Hamka merantau ke tanah jawa karena menurutnya Islam di Jawa lebih maju.
Di Yogya Hamka bertemu dengan adik ayahnya yaitu Ja.far Amrullah, ketika bertemu dengan adik ayahnya Hamka heran mengapa adik ayahnya itu masih belajar agama ke Jawa padahal di Sumatra sudah cukup untuk mempelajari agama.