Zonaintelektual.com – Setelah penat bekerja perut terasa lapar, bangun tidur perut lapar, selesai belajar lapar, olahraga sebentar lapar. Sedikit-sedikit lapar, sebentar-sebentar pengen makan.
Hal-hal semacam ini tentu sesuatu yang sangat manusiawi terjadi karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia.
Akan tetapi menjadi tidak manusiawi ketika kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara yang serakah.
Tentu bukan jadi suatu hal yang tabu lagi ketika kebutuhan pangan tidak terpenuhi maka seseorang akan nekat melakukan tindakan-tindakan kriminal.
Mainset Rakyat Indonesia
Selain itu, mindset sebagian besar rakyat Indonesia yang telah mendarah daging menambah rumit saja persoalan ini. Mindset seperti apa ? Nah ini beberapa contoh kecilnya.
“Kalau mau kenyang ya makan nasi.” “Aku sih sukanya makan mie pakai nasi” “Ih, mana bisa kenyang kalau cuma makan singkong rebus.”
“Kalau belum makan nasi ya berarti belum makan (padahal sudah makan mie dan kentang goreng, hehehe).”
Mindset-mindset seperti inilah yang pada akhirnya membatasi ruang gerak bahkan kreatifitas yang seharusnya dapat terus dikembangkan.
Oleh karena itu butuh usaha lebih untuk setidaknya menggeser kebiasaan yang telah menjadi kebutuhan tersebut.
Berdasarkan data pola konsumsi menunjukkan bahwa beras atau nasi masih menndominasi porsi menu konsumsi masyarakat hingga 60%.
Idealnya maksimal 50% agar masyarakat dapat hidup lebih sehat, aktif, dan
produktif,kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan, Agung Hendriadi.
Dari fakta-fakta tersebut maka diperlukan adanya solusi yang efektif dan tentu saja efisien.
Diversifikasi Pangan
Pemerintah sebagai pemegang kewenangan tertinggi melalui Kementrian Pertanian menawarkan sebuah solusi yaitu melalui program “Diversifikasi Pangan” yang diharapkan mampu mewujudkan Ketahanan Pangan bagi NKRI.