Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya (KJSS) adalah salah satu inisiatif infrastruktur terambisius yang diharapkan dapat mengubah wajah konektivitas Indonesia. Menjanjikan pengurangan waktu perjalanan yang signifikan dan dorongan bagi efisiensi logistik, proyek ini seharusnya menjadi milestone penting dalam pembangunan ekonomi negara.
Namun, seperti proyek-proyek besar lainnya, KJSS juga menghadapi tantangan keuangan yang signifikan. Artikel ini akan mengeksplorasi tantangan tersebut serta bagaimana literasi keuangan dan manajemen bisnis memengaruhi kelangsungan proyek ini.
Dalam pernyataannya pada 24 Juli 2024, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi, mengungkapkan bahwa proyek ini masih dalam tahap evaluasi dan prastudi kelayakan. “Lah itu lagi dibahas dengan Tiongkok,” ujar Dwiyana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta (KumparanBisnis, “Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Tengah Dibahas dengan China,” 24 Juli 2024). Pernyataan ini mencerminkan adanya ketidakpastian mengenai dana dan manajemen proyek yang sangat besar ini.
Sementara itu, laporan keuangan terbaru dari PT Wijaya Karya (WIKA), salah satu BUMN yang terlibat dalam proyek serupa sebelumnya, mengungkapkan kerugian signifikan.
Pada tahun 2023, WIKA mencatatkan kerugian sebesar Rp 7,12 triliun, melonjak dari kerugian Rp 59,59 miliar pada tahun 2022 (KOMPAS.com).