Turut berduka cita atas insiden yang menyebabkan meninggalnya Lima orang warga Mandailing Natal, Sumatera Utara akibat kebocoran gas dari proyek Pembangunan power plant Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) yang dikerjakan PT Sorik Merapi Geothermal Plant (SMGP), Senin 25 Januari 2020.
Permasalahan ini harus diselesaikan penuh dan cepat oleh PT SMGP agar tidak menjadi permasalahan yang meluas.
Apabila terbukti ada kelalaian yang dilakukan pekerja dapat dijerat dengan Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan soal kelalaian yang bisa menyebabkan kematian orang lain.
Dalam hal ini tegas disebutkan, siapa pun yang karena kesalahannya menyebabkan kematian orang lain, maka bisa dipenjara paling lama lima tahun.
Sementara, Untuk para korban KUHPerdata mengatur pertanggungjawaban perusahaan dalam Pasal1371 KUHPerdata.
Menyebabkan luka atau cacat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena kurang hati-hati, memberi hak kepada korban selain untuk menuntut penggantian biaya pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat badan tersebut.
Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan.
Ketentuan terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang.
Namun, bila kelalaian terbukti dilakukan oleh karyawan perusahaan bukan berarti lepas dari pertanggungjawaban perusahaan.
Pertanggujawaban Perusahaan
Permasalahan tanggugjawab ini sudah jelas dinyatakan dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Dalam pasal 1367 ayat (1) disebutkan:
“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.”
Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata ditegaskan:
“Majikan-majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.”
Selain itu, hukum perdata juga mengatur selain majikan seperti disebutkan pasal diatas yaitu guru sekolah atau kepala tukang (mandor) bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh murid-muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orang-orang itu berada di bawah pengawasannya.
Ini adalah konsep dan pengaturan yang diatur dalam KUHPerdata.
Dasar hubungan hukum antara majikan selaku pemberi kerja dengan bawahan atau pekerja biasanya disebut sebagai vicarious liability.
Sederhananya, Pertanggungjawaban ini terjadi karena didasari oleh vicarious liability apabila :
Pertama, terdapat hubungan khusus antara atasan dan bawahan, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh bawahan harus berhubungan dengan pekerjaan tersebut.
Kedua, harus terjadi dalam lingkup melaksanakan pekerjaan.
Jadi, jelaslah bahwa PT SMGP sebagai majikan atas karyawan atau bawahannya tetap bertanggungjawab atas kesalahan dan kelalaian atau suatu perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain.
Dengan demikian, pertanggungjawaban hukum atas perbuatan melawan hukum yang berakibat dengan adanya ganti rugi terhadap pihak ketiga.
Maka perusahaan selaku majikan harus “tanggung renteng” kepada kesalahan pekerjanya terhadap pihak ketiga.
Apabila perusahaan ingin meminta pertanggungjawaban karyawan atas perbuatan yang dilakukan, itu adalah persoalan lain antara perusahaan dengan karyawannya.
Tidak ada yang menginginkan ini terjadi, namun melihat kondisi hari ini haruslah dilakukan penyidikan dan penyelidikan mendalam agar hal kelalaian demikian tidak terulang kembali dimasa mendatang.
Penulis: Albariatul K.Hasibuan, SH.,MH
Editor: FA