Ibu membangunkanku untuk bersiap-siap melakukan operasi dan segera menuju rumah sakit.
Ternyata dokter telah menunggu kami di ruangan operasi. Selagi dokter sedang mempersiapkan alat-alat operasi, dokter mempersilahkan kami untuk naik ke atas ranjang operasi masing-masing. Ibu isyaratkan kepadaku agar aku tidak khawatir.
Tak lupa aku meminta maaf kepada ibu, karena ibu ikhlas menerima dan merawatku sepanjang hidupnya. Ibu berikan pelukan hangatnya dan mengajakku untuk berdoa agar operasi berjalan dengan lancar.
Sebelum operasi, Maryam menyempatkan menulis diary miliknya. Setiap kegiatan yang dilakukan Maryam dan ibunya tertera dalam diary Maryam.
Operasi pun telah dimulai, Maryam dan ibunya begitu tenang menjalani operasi, mereka terlihat seperti tertidur pulas.
Alat pendetektor jantung pun berjalan dengan normal. Setengah jam berlalu, operasi belum juga selesai. Terdengar suara tabuh sudah berbunyi, menggemparkan alam yang saat itu begitu sunyi.
Terlihat Maryam menggerakkan sedikit tangannya. Suara yang mendayu memecah sepi di pagi itu dan selang seling sahutan ayam menandakan waktu solat subuh tiba.
Maryam dan ibunya menggerakkan sedikit tangan mereka, seperti sedang menunaikan solat subuh. Selang waktu lima menit gerakan tangan Maryam dan ibunya berhenti.
Alat pendetektor jantung berjalan lurus, tetapi tidak ada tanda-tanda kesalahan dalam prosedur proses operasi yang telah dilakukan. Sayang, takdir tidak dapat dihindarkan.
Mereka meninggal secara bersamaan. Kemudian dokter segera menyelesaikan operasi, sebagai tanda tanggung jawabnya kepada pasien.
Jasad maryam dan ibunya dibawa ke kampung halaman mereka. Tetangga mereka menyesali telah membuat hati ibu Maryam sakit hati.
Jika saja mereka tidak mengatai Maryam dan membantu biaya pengobatan Maryam sejak dahulu, pasti tidak akan berakhir seperti ini.
Mereka tahu bahwa Maryam membawa nama kampung mereka tingkat kabupaten. Kini, daerah mereka mendapat apresiasi dan perhatian dari bupati setempat atas sepeninggal Maryam dan ibunya.