SKORSING MAHASISWA TANPA MEKANISME, DIKTI MUHAMMADIYAH KECOLONGAN

Seiring merebaknya berita yang kian hangat terkait 9 Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah kisaran dan 1 dosen tetap yang dipecat menjadi pengajar hanya karena 9 Mahasiswa dan 1 dosen itu meminta kepada pimpinan kampus untwuk memberlakukan pshycal distancing ditengah pandemic covid 19 yang tengah mewabah. Namun permintaan yang disampaikan melelaui aksi unjuk rasa (demonstrasi) itu berujung pada skorsing mahasiswa selama satu tahun (2 semester) dan dosen tetap yang dipecat secara tidak hormat.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Umum DPD IMM Sumatera Utara, Zikri Akbar “sangat menyayangkan hal ini terjadi, menurutnya pimpinan harus bijak dalam menentukan suatu sikap dan keputusan yang di ambil. Permintaan 9 mahasiswa untuk meminta kuliah secara online (daring) adalah merupakan sesuatu yang wajar dan bukan tanpa alasan, terlebih banyaknya perintah secara tertulis baik dari pemerintah pusat, Kapolri, serta Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk melakukan proses perkuliahan tatap muka diganti sementara dengan melakukan kuliah secara daring dalam upaya pemutusan penyebaran mata rantai virus yang sedang mewabah ini”.

Disisi lain, “zikri melihat banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam proses skorsing 9 mahasiswa ini. Dalam pernyataan ketua yang ditandatangani oeleh ketua BPH dan ketua STIHMA ini menyatakan bahwa 9 mahasiswa ini sudah melanggar kode etik yang berlaku di kampus, yang menjadi pertanyaan sudah pernahkah kode etik itu disosialisasikan??, dan anehnya 9 mahasiswa ini diskorsing selama satu tahun tanpa di dahului oleh Surat peringatan, aneh tanpa ada Surat peringatan tiba-tiba langsung menjatuhkan skorsing. Aturan dari mana itu”, pungkasnya.

Menurut Zikri, “sesungguhnya polemik ini harus menjadi teguran bagi DIKTI Muhammadiyah sebagai lembaga otoritatif yang punya wewenang mengatur dan mengesahkan pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, untuk benar-benar melakukan seleksi yang selektif agar kiranya tidak terpilih pimpinan yang tidak mengerti aturan dan mekanisme kampus. Potret Pimpinan kampus yang seperti ini sesungguhnya menunjukkan wajah DIKTI Muhammadiyah yang dianggap kurang selektif memilih pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, jangan hanya karena rekomendasi dari PWM, lalu DIKTI dengan begitu mudah meng SK kannya tanpa ada proses fit and proper test dari DIKTI, inilah yang buat DIKTI jadi kecolongan dan mencoreng wajah DIKTI Muhamadiyah sebagai lembaga otoritataif”, ungkapnya.

Saya berharap “DIKTI Muhammadiyah harus segera ambil sikap dalam persoalan ini, karena hal ini menyangkut hajat hidup mahasiswa yang diambil haknya secara dzalim dan terang benderang dan disisi lain jika persoalan ini dibiarkan berlarut dan tanpa solusi, kita khawatir akan banyak masyarakat yang tidak percaya dengan pendidikan di muhammadiyah Khususnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah”, tutupnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top