Pandemi Covid-19 dan konsekuensinya untuk membatasi aktivitas manusia telah memperburuk perekonomian dunia termasuk Indonesia.
Tercatat pada triwulan I, pertumbuhan ekonomi berbagai negara telah terkontraksi semisal ekonomi China terkontraksi sebesar 6,8%, Perancis di angka 5,4%, dan Singapura 2,2%.
Indonesia sendiri sebenarnya masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif di angka 2,97%,.
Namun angka tersebut merosot dibandingkan ekonomi yang telah diproyeksikan sebesar 4,5-4,6%. Ketidakpastian masih berlanjut.
Covid-19 belum tentu kapan berakhirnya. Skenario terburuk menurut Mentri keuangan Indonesia, perekonomian dapat terkontraksi sebesar 2,6% di akhir tahun.
Melihat dari fenomenanya, berbeda dengan krisis-krisis yang pernah terjadi sebelumnya di mana sektor keuangan lah yang membawa dampak kelesuan ekonomi.
Sebut saja peristiwa great depresion yang dipicu oleh hancurnya Bursa Wall Street atau krisis finansial Asia pada tahun 1997.
Jika melihat krisis yang bermula dari sektor keuangan, dalam penanganannya, pasar bebas seringkali dijadikan “penyelamat” yang akan mengoreksi ekonomi di hari-hari selanjutnya hingga krisis berakhir.
Namun saat Corona melanda, sektor riil tengah terseok dan berpotensi menjalar pada sektor keuangan.
Jika ini terjadi, krisis besar bahkan kehancuran ekonomi bisa saja terjadi, pasalnya pasar internasional sedang mengalami keterpurukan di tengah isolasi besar-besaran negara dunia.
Dalam sejarah, Indonesia adalah bangsa yang optimis dengan kekuatannya sendiri.
Gagasan kemandirian ekonomi selalu diserukan oleh para founding father bangsa dalam sebuah konsep Trisakti yang mana salah satunya tercantum Berdikari Ekonomi.
Untuk mewujudkan kemandirian tersebut, BUMN-BUMN dibentuk dengan menasionalisasi aset-aset kolonial dalam rangka menyusun fondasi ekonomi bangsa, memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonomi nasional.