Nama ku Alex Akbar tapi di kampong ku aku biasa dikenalm dengan nama botak. Biasalah hidup di perkampungan, pasti selalu ada saja nama gelaran atau sapaan akrab dikehidupan sehari hari.
Jadi ketika aku menduduki bangku Sekolah Dasar 9 tahun yang silam, entah kenapa kepala ku selalu bisulan yang harus membuat kepala ku di plontosi menjadi botak. Awalnya sih aku menyuruki kolong rumah ku, yaa maklum laa rumah ku itu rumah panggung yang terbuat dari tepas dan papan.
Jadi pada saat menyuruki kolong rumah ku yang pada saat itu aku mau mengambil uang 500 rupiah ku jatuh, tiba tiba kepala ku terkenak paku dan langsung berdarah seketika itu. Aku memang tidak membilangkan sama ibu ku, aku hanya mengambil beberapa lembar rumput gajah lalu ku kunyah setelah itu ku tempalkan saja kekapala ku.
Itu cara kami dahulu untuk memberhentikan darah yang keluar akibat luka, panjang cerita setelah satu minggu kemudian tumbuh bisul pertama kali di kepala ku dan terus bertambah.
Ibu pun membawakan ku berobat ke salah satu bidan di kampong ku yang cukup terkenal, nama bidannya Bidan Yani. Bidan Yani pun menyuruh ibu ku untuk membotak aku saja agar bisul yang dikepala ku cepat sembuh dan tidak terhalang rambut.
Maka dari situlah aku diberi gelar “sibotak” dan sampi sekarang dimana pun orang berjumpa dengan ku, aku di panggil dengan “botak”.
Aku tinggal di sudut daerah pesisir kabupaten yang jarak tempuhnya ke pusat ibu kota kabupaten sekitar dua jaman dengan menaiki sepede motor. Bahasa yang kami gunakan pun juga cukup unik dan biasa disebut bahasa “Pane”.
Kampung ku diberi nama “Kota Labuhanbilik”, di kampong ini lah aku di besarkan dan disuguhkan bebarapa bangun bangunan tua bekas belanda dahulu.
Yaa kampong ku dahulunya di duduki belanda, sebab kampong ku tepat di muara selat malaka. Maka dahulu jalur perdagangan cukup besar di sini.
Kini aku duduk dibangku kelas 3 SMA. Dimana aku dan teman teman ku sudah memikirkan kemana aku nanti ?
Mau jadi apa aku setelah lulus ?
Apakah aku bisan jadi orang sukses ?
Itulah semua isi otak kami saat itu, terlebih aku yang ingin menjadi seorang anggota polisi.
Tetapi aku menyembunyikan keinginanku itu dengan teman teman ku. Ini bukan tidak beralasan tapi aku memang malu. Sebab ayah ku hanya seorang penarik bot di kampong ku, sementara ibu ku hanya mengurusi adik adik ku di rumah.
(Bot itu semacam Kapal/Parahu yang mengantarkan penumpang dari pelabuhan satu ke pelabuahn lainnya)
Cuma beberapa kawan sekelas ku lah yang tau bahwa aku mau masuk polisi.
Berketepatan teman satu kelas ku cukup memperdulikan pendidikan untuk masa depan mereka, terlebih selalu dapat dukungan dan motivasi dari wali kelas kami kala itu. Maka tidak jarang kami saling support dan melibatkan hati..hehehe
Namanya juga remaja kala itu, disamping giat-giatnya belajar ternyata aku jatuh hati sama satu teman kelas ku juga. Sebut saja namanya Purnama, bak seperti namanya aku melihat dia bak bulan purnama yang sangat indah nan cantik pula .
Purnama orangnya sangat rajin dan pintar pula, tapi memang dia orangnya sangat pendiam dan susah masuk sama orang orang baru. Yaah kurang lebih sama lah kek aku meskipun kala itu akun yang menjadi ketua kelasnya.
Maka tak heran yang sering bicara di depan kelas ketika ada rapat rapat kelas yang tampil itu adalah wakil ku, namanya Yanto. Yanto inilah orang yang memang tahu betul jika aku mau masuk polisi.
Sebab jika ada acara kumpul kumpul atau main main sekelas aku jarang sekali bisa ikut, karena sehabis pulang sekolah aku menarik bot menggantikan ayah ku yang mana hasil dari menarik bot ku itu ku sisihkan untuk persiapan ku mendaftar menjadi polisi.
Jadi tempat pengaduan ku itu ke wakil kelas ku tadi bahwa kalau buat kumpul kumpul atau main main pasti aku tidak bisa ikut dan Yanto selalu memahami itu membilangkan sama kawan kawan satu kelas ku bahwa aku ada kegiatan diluat sehingga aku tidak bisa ikut serta.
Memang sesekali aku ikut serta jika memang itu sangat penting sekali. Misalnya melihat orang tua yang sakit atau ada orang tua kawan meninggal.
Dilain sisi ayah ku juga belum tau tentang aku mau daftar polisi, memang sih dahulu pernah ku bilang saat makam malam bersama tapi dengan nada becanda jadi ayah ku pun gakk serius jawabnya.
Suatu hari aku memberanikan diri untuk memberitahukannya pada ayah ku, tapi yaa karena restu dari orang tua itu penting dan sangat perlu sekali maka langsung ku bilang kepada kedua orangtua ku tepat di ruang kecil sederhana rumah ku.
“Maaak Yaaah ada yang mau ku bilang. Boleh ?” ucap ku dengan nada ragu
(Dengan nada yang kalem dan tenang ayah ku menjawab)
“Apa ?” sahuut ayah ku
(Dengan perasaan yang tidak tenang aku mencoba memberitahu apa maksud ku, meski jawab yang sesingkat itu”
“Gini yaaah, aku kan bulan 4 ini tamat laah jadi anak niat ku daftar polisi heheh” kata ku tersipuh malu
“Alamaaaak, apa pulak duitnya itu kita buat. Botak mu itu dijual lagi” Spontan jawaban ayah ku sambil bercanda
“Hehehe, botak ku ini tuah ini yaah tak mungkin kita jual mau la tak jadi aku nanti masuk polisi” jawab ku membalas candaan ayah ku
“Oalah naah, piker piker la dulu. Ayah tak punya uang tapi ayah taak melarang kau mau daftar polisi. Puun kok mampu rasa mu lanjutkan tapi ayah uda pahit-pahit sama mu kan” Jawab ayah ku serius
“Iyaah yaah, aku uda ada juganya ini tabungan sisihan dari narek bot itu” ucap ku meyakinkan ayah ku bahwa aku serius mau daftar polisi ini
“Yaah uda lanjutkan la keinginan mu itu. Sering sering kau sholat tahajjud lagi” jawab ayahku serta memberi nasehat
“Jadii amak, amannya kan mak ?. tanya ku lagi
“Kok mamaknya itu baik buat mu mamak dukung”. Jawab ibu ku dengan lembut
(Selapas itu aku pun menyicil meempersiapka berkas persyaratan pendaftaraan dan tibalah waktunya buka pendaftran.)
Aku pun bergegas mendaftar ke Polres dimana tempat ku tinggal. Selama selekasi di Polres alhamdullah semua lancer. Mungkin ini berkat ridho dari orangtua ku walaupun sebenarnya aku sedih kala itu melihat pendaftar yang lain di damping orangtuanya langsung da nada pulang yang memang bapaknya sudah polisi memang.
Tapi tidak membuat ku putus semangat apalagi samapi putus asa, rangkaian demi rangkaian seleksi ku ikuti dengan penuh keyakinan sampi pada akhirnya aku lulus seleksi di Polres dan aku pun pulang ke kampung
Teekk…tteekkk…teeekk
Deeeng…deengg…deeeng
(Suara mesin dompeng bot sahut menyahut sembari merapat ke pelabuahan)
Aku pun meranjak menuju rumah dan ku sampaikan berita bahagia ini pada orang tua ku.
(Sembari menunggu jadwal seleksi di Polda tempat ku mendaftar polisi aku berpikir lagi”
“Dimanaa ya kira kira besok aku tinggal disana selama proses seleksi, aku kan tak punya siapa siapa disana”. kata ku di dalam hati sambil berpikir
Aku pun dapat ide untuk mencari tahu siapa orang sekampung ku lagi disana dan yang dekat tempat ku seleksi dengan niat aku numpang heheh…
Maklum la aku kan memang tak memiliki banyak dana, kalau kata anak sekarang low budget laah. Tapi dari keadaan seperti ini aku menjadi terbiasa berpikir dan terus berjuang sehingga mental juang ku pun janga diragukan lagi.
Singkatnya tibalah jaadwal seleksi di Polda dan aku sudah berada di kos orang satu kampung terdekat dengan tempat seleksi dengan posisi menumpang.
Lanjutnya aku ikut proses seleksi dan apesnya ketika seleksi dompet ku jatuh dan hamper berantem dengan orang di belakang ku ketika antrian nama di panggil
“Kau nyuri dompet ku yaa ?. ujar ku bertanya
Dengan nada keras dia menjawab
“Kepala bapak mu ku curi dompet mu. Ku pecahkan pulak nanti kepala kau bah sembarang nuduh” jawab dia dengan nada kasar
(Memang begitu logat orang disana marah tak marah Nampak kasar jadi Aku pun diam saja. Gak berapa lama nama ku di panggil dan aku segera beranjak dan memenuhi panggilan)
Rangkaian demi rangkain seleksi ku lalui sampai di puncak penentuan aku bingung dimana harus mendapatkan uang lagi, dompet beberapa waktu lalu tercecer hilang sementara ayah ku pun di kampong pas pasan.
Jadi timbullah inisiatif buat jual sepeda ku yang sangat usang saat ku pakai ketika SMA dulu hanyaa untuk memenuhi kebutuhan makan ku.
Lanjutnya saat aku di umumkann diterima di wilayah hukum Polda Sumut air mata ku berlinang dengan penuh syukur ku sujudkan badan ku dan spontan ku cium lantai dimana tempat ku berpijak.
Tak sangka rasanya aku anak seorang tukang bot dapat menghantarkan ku menajdi seorang anggota polisi republik Indonesia.
- Kisah ini dibuat untuk memotivasi pembaca untuk terus berjuang
- Kesamaan nama atau pengalaman tidak ada maksud apa apa selain untuk saling memotivasi
Semangat kakak… 🙂
MasyaAllah. Dari sini aku sadar bahwa jika kita bersungguh sungguh dalam menggapai sesuatu,maka tidak ada yg tidak mungkin selagi kita berusaha. Dan jangan lupa untuk terus berdoa dan memohon pertolongan dari Allah Swt karena Dialah sebaik baik penolong.