Secara harfiah, pembangunan dapat dipahami sebagai proses perubahan dari suatu kondisi tertentu menuju kondisi yang lebih baik. Yakni kondisi yang dipahami sebagai kondisi ideal atau kondisi yang dicita-citakan dan upaya aktivitas perubahan dari kondisi tertentu ke kondisi yang lebih baik. Untuk mengetahui perubahan tersebut tentunya dibutuhkan tolok ukur, walaupun sampai saat ini tolok ukur yang paling banyak dipergunakan untuk melihat kondisi dimaksud adalah tolok ukur dari sudut ekonomi.
Penggunaan tolok ukur ekonomi tersebut pada awalnya didasari dari pandangan para ekonom yang melihat realitas perbedaan tingkatpendapatan masyarakat yang mencolok di Negara-negara maju dengan Negara-negara yang tertinggal. Pertumbuhan ekonomi telah dijadikan prioritas utama, sehingga pembangunan sering kali dikonotasikan dengan ekonomi. Artinya, keberhasilan pembangunan dapat dipahami sebagai kemajuan ekonomi. Berbagai kata yang mengikuti istilah pembangunan, tentunya akan berkaitan dengan tolok ukur yang dijadikan patokan untuk melihat kondisi. Dalam konteks ini dapat dilihat dari berbagai istilah yang dipergunakan misalnya pembangunan sosial, pembangunan masyarakat, pembangunan kesejahteraan sosial. Secara konseptual pembangunan kesejahteraan sosial merupakan bagian dari pembanguanan sosial yang memberi perhatian pada keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau menyempurnakan kondisi-kondisi sosial.
Secara harfiah, kontribusi dapat diterjemahkan sebagai bentuk sumbangan atau dukungan. Kontribusi organisasi sosial dapat dipahami sebagai sumbangan atau dukungan yang diberikan oleh organisasi sosial dalam menanggulangi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Kontribusi dapat dipahami sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Ada berbagai dukungan yang telah diberikan oleh masing-masing organisasi sosial untuk berpartisipasi dalam upaya penanggulangan masalah kesejahteraan sosial seperti: pemikiran, kemampuan, tenaga, keahlian, material dan lain-lain. Berbagai dukungan tersebut merupakan modal utama bagi organisasi sosial untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Secara prinsip, terdapat tiga pilar dalam proses pembangunan, yakni: state, private sector, dan civil society. Indonesia, saat ini, dimana demokrasi telah menjadi pilihan bersama dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan atau kenegaraan sebagai koreksi atas sistem pada era sebelumnya, maka civil society mempunyai porsi yang sama besar dengan dua pilar lainnya.
Kenyataan menunjukkan, permasalahan sosial menonjol di Indonesia sebagai Negara berkembang adalah kemiskinan penduduk. Kondisi empirik itu berimplikasi pada tingginya masalah keterlantaran (anak, lanjut usia), kecacatan dan ketunaan sebagai masalah konvensional, disamping masalah kontemporer seperti tindak kekerasan, penyalahgunaan narkoba, HIV/AIDS, bencana alam maupun sosial dan lainnya.
Disadari bahwa kemampuan pemerintah relatif terbatas dalam menangani permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks, sejalan dengan dinamika masyarakat saat ini. Dalam kondisi demikian, civil society mempunyai peran yang sama besar dengan peran pemerintah. Namun demikian, untuk berperan yang sama besar dengan pemerintah tersebut, organisasi sosial, masih dalam kondisi keterbatasan, setidaknya terkait sarana-prasarana yang dimiliki sumber daya pengelola, profesionalisasi dan managemen pelayanannya. Dalam kaitan permasalahan sosial tersebut, kementrian sosial sebagai institusi pemerintah, mempunyai fungsi pembinaan terhadap lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan atau organisasi sosial tersebut. Terkait pembinaan pemberdayaan itu, kondisi riil organisasi sosial termasuk kontribusinya sejauh ini, penting untuk dipahami, sebagai titik tolak untuk memberdayakannya.