Mereka sadar akan adanya persoalan kemanusiaan (human condition), mengajarkan kebenaran dan menentang kezaliman.
Tanggung jawab utama Rausyan Fikri adalah mengetahui sebab-sebab keterbelakangan, kemandekan dan kebobrokan rakyat atau pemerintah.
Mereka harus mendidik dan mencerahkan masyarakat yang bodoh dan yang tertidur sehingga kebutuhan rakyat dapat dipenuhi dan penderitaan mereka dapat didekonstruksi.
Selanjutnya, Rausyan fikri harus memberikan keyakinan serta harapan kepada manusia untuk bergerak dinamis, menumbuhkan kesadaran diri sebagai manusia yang bebas dan kreatif, masyarakat yang terdidik dan tidak menjadi budak politik.
Julien Benda memiliki pemahaman yang sejalan dengan Ali Syari’ati, ia menegaskan seharusnya cendekiawan membawa manusia pada pemahaman yang dalam terhadap penderitaan masyarakat.
Ia juga menyebutkan bahwa pengkhianatan kaum cendekiawan apabila mereka terlibat dalam kancah politik dan mengabdikan diri pada politik praktis lalu melupakan tugasnya sebagai penjaga moral dan pelindung masyarakat.
Di Indonesia, kita mengenal sosok cendekiawan dan juga sastrawan Kuntowijoyo. Kuntowijoyo menyebut cendekiawan bukan sosok yang berjalan di atas mega, pemikirannya melangit, tinggal di menara gading tetapi pemikir yang tidak tercabut dari akar sosialnya.
Sebagai hadiah Malaikat menanyakan apakah aku ingin berjalan di atas mega, tetapi karena kaki ku masih akan berada di bumi sampai kejahatan terakhir dimusnahkan dan sampai kaum mustadh’afin diangkat Tuhan dari penderitaan
Kuntowijoyo
Reinterpretasi & Rekonstruksi Cendekiawan IMM
Kader IMM secara eksplisit menyebut dirinya sebagai cendekiawan berpribadi seperti yang tertuang dalam lirik mars-nya yakni “Kitalah cendekiawan berpribadi”.
Namun, sudahkah kader IMM menjadi seorang cendekiawan atau masih menjadi seorang intelektual ?
Jika memang menjadi seorang cendekiawan, sudahkah kader-kader IMM menjadi problem solver di tengah penderitaan yang dialami masyarakat,.
Jangan-jangan kader-kader IMM hanya menjadi trouble maker di IMM dan masyarakat.