Sampai saat ini masih ada masyarakat yang berkeyakinan bahwa kemampuan kecerdasan perempuan lebih rendah daripada laki-laki,
sehingga meminggirkan perempuan untuk memperoleh pendidikan.
Dalam keluarga dengan latar belakang ekonomi yang tinggi sekalipun,
kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi perempuan masih
terbatas.
Apalagi pada keluarga dengan latar belakang ekonomi yang
lebih rendah.
Masyarakat juga masih ada yang berkeyakinan bahwa perempuan
dengan fisik yang lebih lemah dan pasif.
Pendeknya tidak memungkinkan mereka untuk dapat memenuhi mobilitas/aktivitas sebanyak dan sekuat laki-laki.
Masyarakat berasumsi bahwa pendidikan hanya dapat dicapai
oleh orang-orang yang mau bergerak dengan mobilitas tinggi.
Selanjutnya yang menghabiskan seluruh waktunya untuk membaca buku, melakukan eksperimen berjam-jam di laboratorium, meneliti di lapangan, menulis dan berdiskusi dalam sisa waktunya.
Jika ini dilakukan oleh perempuan akan mengakibatkan mereka kehilangan identitas kewanitaannya.
Karena tidak memiliki waktu untuk melakukan tugas-tugas kewanitaan di rumah tangga dan keluarganya.
Selain itu, fisik perempuan yang lemah yang digunakan untuk mobilitas pendidikan seperti laki-laki akan mengakibatkan perubahan fisik yang tidak menarik lagi bagi kaum laki-laki, dan ini merupakan penyimpangan
bagi citra perempuan.
Masyarakat mamandang pendidikan seolah-olah sebagai pekerjaan berat yang bersifat fisik dan memerlukan otot yang kuat untuk melakukannya.