Oleh : Zaidan Akbar
Pada dini hari, saat hari ketujuh Ramadhan. Ketika itu pukul 5 kurang 15 menit. Terdengar seruan lantang yang keluar dari corong toa musholla Al Hidayah yang ada di seberang jalan di sebuah pemukiman biasa. “Waktu imsak telah sampai..!”, begitulah gema yang terdengar.
Itu tandanya semua warga harus mengakhiri makan sahurnya dan warga-warga di sana juga langsung bersiap-siap karena sebentar lagi akan masuk waktu sholat subuh.
Kesibukan juga terlihat dari keluarga Zainab, yaitu seorang janda separuh baya yang selalu sakit sakitan.
Zainab mengidap penyakit hipertiroidisme yaitu kelebihan kelenjar tiroid beracun. Kelenjar itu terletak di bawah lehernya.
Selain itu juga Zainab adalah penderita peradangan usus akut. Penyakit ini terasa bertambah parah setelah Zainab ditinggal mati suaminya yang wafat lantaran TBC pada 3 tahun yang lalu. Saat itu Zainab sedang mengandung anak bungsu mereka.
Zainab kini hanya tinggal bersama ketiga orang anaknya. Yang sulung adalah putri berusia 15 tahun. Ia diberi nama Siti Humairoh serta kedua adik laki-lakinya Hamdan dan Azis .
” Umay..!, ambilkan air untuk ibu, nak..!, ibu mau Whudu, perintah Zainab pada Humairoh, anak perempuannya itu.
“Ya buk”, kata Umay yang mengikuti perintah ibunya. Umay bergegas mengambil sebuah timba. Ia lalu turun dari rumah serta berjalan menuju sumur yang tak jauh dari rumah panggung mereka.
Setimba demi setimba, begitulah proses air yang diangkut Umay sampai akhirnya memenuhi sebuah wadah yang lebih besar. Wadah itu sengaja didekatkan dengan posisi ibunya agar ibu Umay mudah menjangkaunya.
Setelah Umay dan ibunya selesai berwudhu, maka keduanya melaksanakan sholat subuh berjamaah dan Zainab sebagai seorang ibu yang menjadi imam saat itu.
Seusai sholat subuh, seperti hari ramadhan sebelumnya Umay pergi ke musholla Al Hidayah untuk bertadarus Al-Qur’an bersama remaja putri dan ibu-ibu di sekitar musholla itu.
Tapi kali ini Umay agak terlambat hadir, karena pagi ini azis yang berumur dua setengah tahun yang tak lain adalah adik bungsu Umay sedikit rewel dan menangis terus sampai akhirnya Azis tertidur lelap, barulah Umay bisa pergi ke musholla.
Orang-orang gemar sekali dengan perangai Umay. Selain orang-orang merasa kasihan padanya, Umay juga memang anak yang baik, ceria, penurut dan patuh pada ibunya.
Disamping itu juga keluarga Umay memang dikenal religius. Ayah Umay semasa hidupnya menjadi Nazir di mushola Al Hidayah.
Tak terasa hari sudah beranjak siang. Panas matahari mulai menyengat dan kegiatan tadarusan selesai dulu untuk hari ini. Ibu-ibu dan para remaja putri serta Umay juga pulang ke rumah masing-masing.
Kondisi ramadhan pada tahun ini cukup berbeda untuk Umay. Pandemi covid-19 membuat sekolah sekolah diliburkan tak terkecuali sekolah Umay dan bahkan sekolah sudah libur jauh sebelum ramadhan tiba. Siswa-siswi diharapkan hanya belajar di rumah saja.
Sedangkan bagi Umay mana bisa ia tetap di rumah, karena setelah kepergian ayahnya, Umay juga termasuk tulang punggung keluarga.
Dulu, sehabis pulang sekolah, Umay sering ikut dengan ibu-ibu tetangganya yang bekerja sebagai pembelah ikan di gudang Chan Apeng. Pekerjaan yang memang biasa dilakoni oleh para ibu rumah tangga di lingkungan Umay tinggal.
Pekerjaan ini dilakukan oleh ibu-ibu itu untuk membantu perekonomian keluarga mereka. Suami mereka rata-rata adalah seorang nelayan. Ibu-ibu itu setiap hari membelah ikan di gudang, sesudah ikan dibelah kemudian diasinkan sebelum dijual ke pasar.
Begitupun Umay, setiap harinya, Umay melakukan pekerjaan membelah ikan.Upah yang didapat tergantung seberapa banyak ikan yang mampu dibelah dan dihitung dalam perkilonya. Tapi bedanya, kalau dulu Umay melakukan ini setelah pulang sekolah saja Namun kini Umay bekerja mulai pagi sampai sore.
Bagaimana lagi, mungkin tak ada pilihan lain bagi Umay mengingat situasi saat ini sedang sulit apalagi untuk Keluarga Umay yang memang hidup dalam serba kekurangan.
“Umay !, sapa Wak Masni yang juga tetangganya. “Apa hari ini kau ikut ke gudang ikan?” tanya Wak Masni kepada Umay. “Soalnya kata orang-orang, banyak ikan yang masuk ke gudang, nelayan baru pulang dari laut”, begitu kata Wak Masni kepada Umay.
” Ya Wak, Aku ikut , jawab Umay. “Kali ini kita pasti banyak penghasilan, benar kan Wak ?, kata Umay pada Wak Masni.
Perempuan seusia ibu Umay itu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Dalam sekejap terlihat mereka pergi bersama sama ke gudang ikan milik Chan Apeng. Lokasi gudang ikan itu tak juga jauh dari ujung gang sempit dimana mereka tinggal. Jadi mereka sudah terbiasa pergi pulang berjalan kaki.
Rupanya hari ini gudang ikan milik Chan Apeng sedang direnovasi, beberapa lantai dan dinding gudang diganti dengan yang baru. Ibu-ibu dan juga Umay juga tetap bekerja meskipun para tukang terus saja melangsungkan pekerjaan mereka dalam merehab gudang ikan itu.
Ditengah-tengah kesibukan Umay bekerja, tiba-tiba tumit kaki kanannya menginjak paku, paku berkarat itu tertancap di papan bekas dinding gudang yang sedang dibongkar. Entah bagaimana Umay menahan rasa sakitnya hingga semua orang di situ tak sadar dengan apa yang terjadi pada Umay, semua seolah olah baik- baik saja.
Lagi pula Umay memang tak mau orang tahu tentang itu. Umay takut, jika Chan Apeng tahu, ia pasti disuruh pulang. Sedangkan hari ini adalah sebuah harapan bagi Umay.
” Hari ini pendapatanku mungkin lumayan jika aku terus bekerja sampai sore, tapi kalau aku pulang sekarang, kapan lagi aku bisa mengumpulkan uang untuk membeli hadiah ulang tahun ibu”, itulah yang ada dalam benak Umay.
Oleh sebab pikiran itu Umay menyembunyikan rasa sakitnya. Ia terlihat tidak panik dan apa yang menjadi pekerjaannya terus saja ia lakukan sampai selesai sehingga akhirnya Umay memang benar benar tidak merasakan lagi rasa sakit itu dan ia merasa kakinya tidak apa-apa.
Sepulang bekerja, seperti biasa Umay sering mampir ke toko pakaian ” Minang Rancak” milik seorang pengusaha Minang yang sering di panggil Uda Roni dan seperti biasa pula Wak Masni selalu ia diajak untuk menemaninya.
Umay mencicil sesuatu di toko pakaian itu. Sesuatu yang akan Umay berikan di hari ulang tahun ibunya. Sebelum lunas cicilan tentu barang belum boleh dibawa pulang. Itulah aturannya. Umay ternyata telah membayar cicilan ini sejak Januari lalu.
Hari ini Umay merasa lega karena sudah melunasi barang cicilannya, barang itu berharga 375 ribu rupiah. Namun Umay belum mau membawa nya pulang. Sebab besok adalah tanggal 1 Mei 2020, berarti besoklah hari ulang tahun ibunya itu. Umay berencana akan memberikan ibunya sebuah kejutan.
Sambil berjalan pulang, Wak Masni bertanya,”Umay, sebetulnya apa yang kau cicil untuk ibumu itu, bajukah, celana atau apa ?
” Rahasia dong Wak”, jawab Umay dengan tersenyum. “Aahhh, masa sama wak juga dirahasiakan” kata Wak Masni.
“Memangnya ulang tahun ibumu itu kapan ?, tanya Wak Masni
” besok Wak”, jawab Umay dengan lugas.
” Besok ibu genap berusia 47 tahun” Wak, lanjut Umay menjelaskan.
” Jadi besok aku mau ibu dapat Surprise”, kata Umay sembari tersenyum kecil.
” Aahh, kau ini macam orang Dewasa saja” kata Wak Masni.
“Oh ya Wak, jangan bilang-bilang sama ibu kalau aku membelikan sesuatu untuk hadiah ulang tahunnya, oke Wak..? gurau Umay pada Wak Masni sambil tersenyum.
” Kalau Wak bilangkan pada ibumu kenapa?, tanya Wak Masni pada Umay dengan nada bercanda.
” Janganlah Wak, kumohon”, pinta Umay kepada Wak Masni. Terlihat wajah polosnya seperti sangat berharap.
“Iya, iya, jawab Wak Masni sambil merangkul bahu gadis kecil itu. Didalam hati Wak Masni menaruh simpati, terharu campur kagum atas ketulusan hati Umay yang begitu menyayangi ibunya. Lalu Mereka melanjutkan perjalanan dan mereka nampak begitu akrab sekali.
sementara hari sudah sore menjelang berbuka puasa dan rasa sakit di tumit kaki kanan Umay mungkin sudah mereda. Tak terasa pula ternyata mereka sudah sampai di depan rumah Umay.
“Wak, besok jangan jemput aku, soalnya aku besok tak bekerja” ucap Umay pada Wak Masni.
“Ya aku tahu, besok kan hari ulang tahun ibumu, bisik Wak Masni ke telinga Umay agar tak ada yang mendengar rahasia mereka itu.
” Sana masuk, lagi pula bentar lagi berbuka puasa, ibumu pasti sudah menunggu”, saran Wak Masni pada Umay sambil mereka berdua berpisah.
” Assalamu’alaikum, salam Umay memasuki rumahnya.
“Waalaikum Salam”, jawab Zainab, ibunya Umay.
Lalu Umay mencium tangan ibunya.
“Kau kenapa nak, kau berkeringat, wajahmu pucat, kau sakit nak ?
tanya ibunya.
” Aku tak apa apa Bu, mungkin kecapean, habis buka puasa nanti , mungkin aku juga sudah baikan.
Sementara kaki kanan Umay terkena paku itu mulai mendengut dan terasa sakit, tapi seperti biasa Umay mampu menahannya dan ia tak ingin membuat ibunya khawatir.
” Mandilah sana Umay, bentar lagi berbuka puasa dan nanti kita sholat Maghrib berjamaah”. suruh ibunya.
” Ya bu,” sahut Umay sambil bergegas mengambil handuk dan segera mandi. Namun jalan Umay mulai sedikit pincang akan tetapi Zainab tak memperhatikan jalan anaknya karena sibuk mempersiapkan buka puasa mereka.
Setelah berbuka puasa, mereka sholat maghrib berjamaah dan sesudah itu Umay kembali ke kamarnya.
Zainab sebagai seorang ibu merasa ada yang janggal dari sikap Umay hari ini. “Ah, mungkin Umay memang benar benar kelelahan “, pikirnya.
Usai sholat isya, Zainab berkata pada putrinya, “Umay, untuk malam ini Umay jangan terawih dulu, Umay istirahat saja, nampaknya Umay sakit karena keletihan. Istirahat yang cukup biar nanti sahur udah baikan, sekarang Umay pergilah tidur”. Begitulah ucap ibunya kepada Umay.
Sedangkan Umay hanya mengangguk saja dan langsung masuk ke kamar tidurnya.
Malam ini, Zainab hanya sholat tarawih sendirian tidak seperti biasa yang ditemani Umay. Mereka biasa melakukan tarawih berdua di rumah saja.
Sesudah Zainab menunaikan sholat tarawih maka ia langsung tidur disamping Umay yang nampak terlelap. Kemudian Zainab menyapu rambut Umay, dirabanya kening Umay ternyata lumayan panas suhu tubuh Umay.
” Besok Umay harus berobat dan besok harusnya Umay jangan puasa dulu, biarkan ia istirahat sampai sembuh , baru kuizinkan Umay bekerja lagi” benak Zainab berkata-kata.
Kemudian teriakan bocah-bocah yang membangunkan orang-orang untuk sahur menyadarkan Zainab dari tidurnya. Lalu Zainab mempersiapkan sediri untuk keperluan sahur.
Zainab sebenarnya ingin membangunkan Umay untuk sahur ini. Namun Zainab berpikir “biarkanlah Umay istirahat, lagi pula Umay besok tak puasa sebab Umay kan sedang sakit”, hatinya terus berkata kata.
Sampai masuknya waktu sholat subuh, Umay belum juga terbangun.
“lelap sekali tidur anak ini, tak seperti biasanya”, ucap Zainab dalam hati. “Tapi biarlah dulu, mungkin ia sangat capek sekali, lebih baik aku sholat shubuh dulu, nanti baru Umay aku bangunin”, pikiran Zainab terus berkata-kata.
Sehabis sholat subuh Zainab menghampiri putri tercintanya. “Umay, may, bangun nak, sholat subuh dulu , mumpung masih ada waktu subuh”, kata Zainab. Lalu Zainab mengoyang goyangkan tubuh Umay.
Tapi Umay tak menjawab sepatah katapun dari perintah ibunya.Tidak seperti biasanya yang apa bila Umay mendengar perintah ibunya, Umay senantiasa berkata “iya bu” dan langsung mengerjakan apa yang diperintahkan ibunya.
Zainab mulai merasa ada yang aneh dari Umay. Dirabanya kembali tubuh gadis kecil itu, Zainab terkejut sesat setelah meraba tubuh Umay yang terasa dingin bahkan dingin sekali.
Zainab mulai berprasangka buruk lalu Zainab memanggil Wak Masni. Mereka berdua tergesa-gesa melihat Umay yang sedang terbaring itu.
” Masni, anakku kenapa ?,” tanya Zainab dengan mata yang berlinang.
Wak Masni menghela nafas panjang. la diam sejenak dan kemudian Wak Masni berkata, “Zainab !, sabarkan dirimu, sesungguhnya Umay sudah pergi, ia pergi untuk selamanya, Umay sudah tak ada lagi, Zainab”, kata-kata Wak Masni yang ia ucapkan pada Zainab membuat mereka berdua menangis histeris.
“Tidak Masni , tidak ! kau pasti berbohong kan ?”, Zainab berkata lantang pada Wak Masni, Zainab serasa tak percaya terhadap semua yang telah terjadi.
” Sudahlah Nab, ikhlaskan kepergian Umay, mungkin Tuhan lebih menyayanginya, Umay itu anak yang baik”, tangisan Wak Masni juga terdengar tersedu sedu. Dirinya pun sebenarnya sangat merasa kehilangan Umay. Wak Masni sudah menganggapnya seperti anak sendiri.
Tak lama kemudian Zainab menjerit hingga pingsan. Jeritannya kuat sekali. Jeritan kepedihan yang membuat orang orang berhamburan ingin menyaksikan apa yang sebenar-benarnya terjadi. semua orang tak menyangka bahwa Umay akan pergi secepat ini untuk selamanya.
Sementara pagi itu suasana langit menjadi hitam mendung sebagai tanda alam juga ikut bersedih. Orang orang silih berganti melayat gadis kecil nan ceria yang mereka kenal ini.
Lalu Zainab sang ibu hanya diam terpaku di depan jasad Umay sang putri yang selalu ia cintai itu, jasad itu terbujur kaku dan berkain kafan serta siap untuk di sholatkan lalu di kuburkan.
Disamping itu orang orang juga tak tahu apa sebenarnya penyebab kematian Umay bahkan Zainab dan Wak Masni juga tidak tahu apa penyebabnya. dalam situasi gencarnya pandemi dan penularan wabah jadi berbagai macam asumsi muncul dari orang orang di situ.
Untuk meluruskan masalah ini agar jadi isu yang liar, maka para medis langsung melakukan pengecekkan dengan mendatangi rumah Umay dan setelah diperiksa ternyata Umay meninggal karena infeksi tetanus terkena paku berkarat.
Tumit kaki kanan Umay bengkak bernanah. Mulut Umay terkunci rapat. Medis menjelaskan hal itu pada orang-orang yang ada di sana.
Tak lama setelah itu, hadir pula seorang pemuda membawa kado yang bertuliskan “selamat ulang tahun ibuku tersayang”.
Kado ini diberikan kepada Zainab ibunya Umay dan setelah dibuka ternyata isinya sebuah mukena, itu pakaian sholat untuk ibundanya.
Di dalamnya terdapat sepucuk surat yang bertuliskan :
Selamat ulang tahun ibuku tercinta. Semoga panjang umur, dan kiranya selalu dalam lindungan Allah SWT. Aminnn
Ibuku, aku senang saat jadi makmum ibu, sholat berjamaah bersama ibu dan berdoa di dekat ibu.Nyaman rasanya bisa terus memeluk ibu.
Ibu, jaga kesehatan ibu. Aku akan membelikan obat paling manjur agar ibu cepat sembuh. Setelah ibu membaca surat ini. Ibu pasti akan memeluk aku dan mencium pipiku
Siti Humairoh
Zainab langsung mendekap dan menangis dengan pilu dan menciumi mayat putrinya berkali kali sampai akhirnya Umay di makamkan di perkuburan wakaf di belakang salah satu sekolah madrasah di desanya.
Jumat, tanggal 01 Mei 2020, di hari kedelapan ramadhan, mungkin batas akhir kehidupan Umay di dunia. Namun sebenarnya Umay hidup dalam kenangan orang orang yang mengenalnya.
Meskipun Umay sudah tak ada lagi, walaupun hanya sepasang nisan yang bertuliskan Siti Humairoh yang dapat ia tinggalkan.
Tapi orang-orang tidak akan pernah lupa tentang gadis kecil itu, orang akan ingat selalu akan senyumnya, keceriaannya, religiusnya, sopan santunnya dan juga pengabdiannya kepada orangtuanya. Semua itu akan selalu abadi di hati orang-orang di sekitar tempat itu.