Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah salah satu ortom Muhammadiyah yang anggota atau kader-kadernya terdiri dari laki-laki dan perempuan (akrab disebut IMMawan dan IMMawati).
Disisi lain ada ortom-ortom lain yang kader-kadernya hanya terdiri dari laki-laki atau perempuan saja, seperti Muhammadiyah, Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah dan Nasiyatul Aisyiyah.
Namun, yang akan dibahas tentu bukan keseluruhan ortom-ortom ini tetapi bagaimana IMM (selanjutnya dibilang ikatan) memposisikan perempuan di dalamnya.
Apakah benar iktan hanya layak dipimpin oleh seorang IMMawan (selnjutnya dibilang laki-laki) !
Apakah perempuan dianggap tidak mumpuni untuk menjadi pemimpin di ikatan ?
Mengapa demikian ?
Dalam tulisan kali ini, saya hanya mencoba mengutarakan beberapa pertanyaan dan melihat kembali bagaimana warga ikatan memandang perempuan.
Stereotype Warga Ikatan Tentang Perempuan
Di Sumatera Utara, keberadaan perempuan tampaknya dianggap hanya sebagai toping (pelengkap) saja.
Keberadaannya hanya untuk memperindah dan menambah massa semata. Mereka tidak terlalu diperhitungkan dan dilibatkan dalam agenda-agenda penting organisasi apalagi kontestasi musyawarah baik itu komisariat, cabang maupun daerah.
Tentu ini bukan sekedar narasi semata, kita bisa melihat dengan nyata dan menghitung berapa jumlah perempuan yang menjadi pimpinan umum.
Mungkin terlalu jauh untuk membahas keterlibatan perempuan untuk kontestasi ketua umum, sebut saja untuk ketua panitia pun sangat jarang dipegang oleh perempuan.
Secara umum, penyebab dari kasus ini ada dua hal.
Pertama, tidak adanya ruang dan kesempatan yang diberikan laki-laki kepada perempuan untuk menjadi pimpinan.
Kedua, ketidakberanian perempuan atau lebih tepatnya kesukarelaan perempuan untuk memberikan hak pimpinan itu kepada laki-laki.
Bahkan ironisnya dalam sebuah kegiatan kaum perempuan ini dengan suka rela menawarkan diri untuk menangani bidang konsumsi atau paling tinggi sedikit bendahara panitia saja.
Hingga untuk struktural kepemimpinan ikatan yang paling diinginkan perempuan di ikatan adalah Bidang IMMawati atau Bendahara Umum.
Benarkah mereka tidak punya keinginan dan kemampuan akan hal tersebut atau mereka ingin dan mampu tetapi tidak diberikan kesempatan atau dukungan ?
Tentu ini masih memerlukan riset yang mendalam. Namun, yang terjadi di lapangan perempuan memang tidak diberikan dorongan apalagi kesempatan untuk memegang amanah tersebut.