Menu

Mode Gelap
Kasus Pembakaran Rumah Sempurna Pasaribu di Tanah Karo: Polda Sumut Tambah Tersangka Baru Polri Gunakan Teknologi Canggih untuk Seleksi Akpol 2024 Terungkap! Identitas dan Peran 2 Eksekutor dalam Pembakaran Rumah Sempurna Pasaribu Rektor UM Tapsel Kukuhkan 146 Guru Profesional, Kepala LLDIKTI Wilayah I: Jangan Berbisnis Apapun Di Sekolah Kejahatan Siber Merebak: Pembelajaran Preventif Masyarakat Kunjungan Mahasiswa MBS UIN Syahada Sidimpuan ke UMKM: Memahami Proses Bisnis dan Pemasaran Digital

Opini

Sebagai Manusia, Bagaimana Memanusiakan Diri Sendiri?

badge-check


					Foto Mukhaimin Syahputra Perbesar

Foto Mukhaimin Syahputra

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna di muka bumi. Allah SWT juga menjelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 30 tentang derajat manusia sebagai khalifah di bumi.

Pernahkah kita berpikir mengapa hari ini kita berada di bumi? Atau haruskah kita ada di dunia sebagai seorang manusia? Dan apakah menjadi seorang manusia itu adalah pilihan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang terlihat sederhana, namun di balik itu semua – terkandung makna yang begitu mendalam untuk dikaji lebih lanjut – oleh siapa saja dan kapan saja.

Perspektif Al-Qur’an

Dalam Al-Quran telah dijelaskan mengapa manusia bisa berada di bumi. Bermula dari Nabi Adam dan Hawa yang terperdaya oleh godaan setan. Kemudian Allah mengeluarkan keduanya dari surga untuk turun ke bumi.

Lalu mengapa harus di bumi? Bumi diciptakan Allah untuk ditempati oleh makhluk-Nya dengan manusia sebagai khalifahnya. Sebelum nabi Adam diturunkan ke bumi, Allah terlebih dulu menyiapkan fasilitas yang lengkap bagi manusia untuk menjalani kehidupan di bumi ini.

Bumi telah dirancang sedemikian rupa untuk dapat ditempati oleh manusia. Tentu ini bukan merupakan suatu kebetulan, namun telah diskenariokan oleh Allah.

Mari kita lihat seseorang yang akan mengangkasa, sebelum keberangkatan ia pasti telah menyiapkan bekal untuk dirinya, tak terkecuali dengan tabung oksigen. Untuk keluar angkasa saja harus membawa tabung oksigen dari bumi.

Hal ini menunjukkan bahwa bumi adalah tempat yang cocok untuk ditinggali oleh manusia. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Allah akan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, meski sesungguhnya manusia itu suka membuat kerusakan. Inilah salah satu ketidaksetujuan malaikat terhadap keputusan Allah.

Mendengar keluhan malaikat tersebut, maka Allah menegaskan bahwa Allah mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Ada yang mengatakan seperti ini, “jika dahulu nabi Adam tidak tergoda oleh rayuan setan, maka manusia hingga kini akan tetap berada di Surga”. Secara sepintas pernyataan ini bisa saja terjadi.

Namun manusia telah ditetapkan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Inilah penjelasan singkat mengenai mengapa hingga hari ini kita bisa berada di bumi. Pastinya Allah menginginkan kita menjaga dan merawat bumi ini, bukan malah sebaiknya untuk merusak dan menghancurkan bumi.

Fitrah Manusia

Tidak ada seorang pun yang mengiginkan dirinya menjadi manusia. Seseorang yang terlahir tidak akan menyadari bahwa dirinya telah berada di bumi. Sebab saat itu ia masih belum mengerti segala sesuatu mengenai kehidupan – belum mengerti siapa dirinya sebenarnya dan untuk apa ia hadir di muka bumi.

Manusia ketika hadir di muka bumi belum mengetahui apa-apa, itulah yang disebut dengan fitrah manusia. Dalam artian, ia masih suci dan bersih dari kejamnya kehidupan ini. Istilah fitrah barangkali sudah tidak asing lagi bagi kita.

Istilah ini sering kita dengar pada hari Raya Idul Fitri, yang sebagian memberikan pemahaman bahwa di hari tersebut kita kembali ke fitrah sama seperti manusia ketika dilahirkan.

Fitrah juga diartikan sebagai makan pagi, yang akar katanya futhur. Maksudnya, setelah berpuasa selama sebulan penuh akhirnya di hari tersebut kita kembali diperbolehkan untuk menikmati makanan di pagi hari.

Pemaknaan selanjutnya dari kata fitrah ini ialah suci atau kosong. Sama halnya seperti yang disebutkan dalam hadis, setiap anak terlahir dalam kondisi fitrah, lalu orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.

Dengan datangnya manusia ke muka bumi ini dalam keadaan suci, hendaknya kesucian tersebut tetap terjaga hingga ia kembali meninggalkan bumi ini.

Menjadi Manusia Itu Takdir

Fahruddin Faiz, dosen sekaligus pengasuh Ngaji Filsafat, dalam bukunya mengatakan “menjadi manusia itu takdir, tetapi menjaga kemanusiaan adalah pilihan”. Tidak seorang pun yang mengetahui dirinya akan menjadi seorang manusia.

Kita tidak pernah meminta untuk menjadi seorang manusia, namun kita harus mampu menjadi seseorang yang manusiawi. Mau atau tidak, tergantung pilihan kita.

Dalam perjalanan hidup yang dilalui, kadang diri kita tidak mencerminkan sebagai sosok seorang manusia. Padahal kita diberi tanggungjawab untuk mengurus dan menjaga bumi ini.

Maka, untuk dapat memanusiakan diri sendiri, kita harus mampu menjaga kemanusiaan itu. Menjaga kemanusiaan sama hal nya seperti menjaga fitrah yang ada pada diri kita sejak dilahirkan

Penulis: Mukhaimin Syahputra Dalimunthe

Baca Lainnya

Refleksi Peringatan Hari Santri 2024: Santri Harus Kaya

23 Oktober 2024 - 00:04 WIB

Menggapai Asa Di Tengah Keterbatasan

20 September 2024 - 17:38 WIB

Menyongsong Kereta Cepat Jakarta-Surabaya: Peluang Emas atau Beban Ekonomi?

25 Juli 2024 - 19:37 WIB

Kejahatan Siber Merebak: Pembelajaran Preventif Masyarakat

29 Juni 2024 - 22:56 WIB

Perlindungan Konsumen Terhadap Pembulatan Harga di Swalayan

27 Mei 2024 - 08:13 WIB

Muhammad Fachrul Hudallah (Ketua Gerakan Peduli Konsumen)
Trending di Masyarakat