Menu

Mode Gelap
Kasus Pembakaran Rumah Sempurna Pasaribu di Tanah Karo: Polda Sumut Tambah Tersangka Baru Polri Gunakan Teknologi Canggih untuk Seleksi Akpol 2024 Terungkap! Identitas dan Peran 2 Eksekutor dalam Pembakaran Rumah Sempurna Pasaribu Rektor UM Tapsel Kukuhkan 146 Guru Profesional, Kepala LLDIKTI Wilayah I: Jangan Berbisnis Apapun Di Sekolah Kejahatan Siber Merebak: Pembelajaran Preventif Masyarakat Kunjungan Mahasiswa MBS UIN Syahada Sidimpuan ke UMKM: Memahami Proses Bisnis dan Pemasaran Digital

Opini

Belenggu Patriarki

badge-check


					Ilustrasi Perbesar

Ilustrasi

Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang membudaya hingga saat ini dan menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral dan segala aspek yang bersifat publik. Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda.

Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki. Sebelum ada sistem patriarki, pada fase awal perkembangan masyarakat dalam era komunal primitive hingga transisinya menuju perbudakan perempuan menempati posisi yang tinggi dan diagungkan.

Bahkan di era-era awal peradaban Yunani dan Mesir kuno mereka dipuja-puja sebagaimana tergambar pada dewi-dewi yang mereka sembah. Sebagaimana tergambar dalam mahzab keluarga yang menggunakan nama ibu sebagai identitas keturunan.

Sekalipuan memiliki beberapa segi keunggulan, namun dalam praktik sejarahnya perempuan (secara umum) tidak menginstitusikan hal tersebut sebagai dogma untuk mensubordinasikan kaum yang lain (laki-laki). Perempuan tidak mereduksi peran laki-laki dan tidak pula menindas kaum laki-laki. Mereka tetap harmonis untuk senantiasa membagi peran untuk menjamin eksistensi kehidupan umat manusia melalui produksi dan reproduksi.

Keistimewaan Perempuan

Sejatinya perempuan memilik keistimewaan berupa pemberian dari Tuhan yakni mengandung, melahirkan dan menyusui  atau mutlak adanya tidak bisa dirubah. Tetapi pada saat ini dimana hal itu merupakan keistimewaan yang dianggap kelemahan oleh sekelompok orang penganut budaya patriarki.

Dalam sistem patriarki, perempuan diposisikan sebagai istri yang bertugas men-dampingi, melengkapi, menghibur, dan melayani suami (the patriarch). Sementara anak diposisikan sebagai generasi penerus dan penghibur ayahnya.

Sistem yang melahirkan budaya patriarki yang memposisikan perempuan harus selalu dan senantiasa di bawah laki-laki dan laki-laki harus selalu dan senantiasa berada di atas perempuan, yaitu dalam posisi memimpin, mengatur, dan mengusai, terlepas apakah laki-laki tersebut mampu dan memenuhi syarat atau tidak.

Padahal jika berbicara rumah tangga tidak ada yang superior maupun inferior tetapi pembagian peran. Jika laki – laki sebagai kepala rumah tangga maka perempuan sebagai pemimpin keluarga.

Jika dikontekskam pada era sekarang masih banyak orang – orang yang melanggengkan budaya patriarki sekalipun itu tidak disadari sacara langsung. Seperti peran keluarga atau orang tua dalam mendidikan anaknya.

Sejak kecil laki – laki harus bermain mobil – mobilan diperbolehkan memanjat sedangkan perempuan hanya dibelikan mainan boneka atau main masak – masakan. Sehingga hal itu terus berulang dan seakan – akan itu merupakan kodrat untuk perempuan dan berdampak pada kontuksi sosial masyarakat tentang laki – laki dan perempuan.

Pemikiran lainnya yang merugikan perempuan tanpa disadari adalah peran media sosial dalam menilai seorang perempuan. Banyak iklan – iklan kecantikan yang hanya mengedepankan nilai seorang perempuan dapat diukur dari kecantikannya saja. Sehingga muncullah standard kecantikan dikalangan masyarakat kita saat ini.

Seharusnya kita sebagai generasi penerus bangsa yang berintelektual baik perempuan maupun laki-laki sudah saatnya melek akan budaya – budaya yang masih melanggengkan subordinasi maupun patriarki dan mampu bersama – sama mengikis kebiasaan buruk yang merugikan kususnya terhadap perempuan. Sudah peka dan responsif dengan adanya ketidakadilan maupun isu – isu kekerasan terhadap perempuan itu sendiri.

Penulis : Rafiatul Husna

Baca Lainnya

Menggapai Asa Di Tengah Keterbatasan

20 September 2024 - 17:38 WIB

Menyongsong Kereta Cepat Jakarta-Surabaya: Peluang Emas atau Beban Ekonomi?

25 Juli 2024 - 19:37 WIB

Kejahatan Siber Merebak: Pembelajaran Preventif Masyarakat

29 Juni 2024 - 22:56 WIB

Perlindungan Konsumen Terhadap Pembulatan Harga di Swalayan

27 Mei 2024 - 08:13 WIB

Muhammad Fachrul Hudallah (Ketua Gerakan Peduli Konsumen)

Kisah Inspiratif, Dr. JWS Rizki Jadi Sorotan Penutupan Rakernas DWP Kemenag RI sebagai MC yang Memukau

9 Februari 2024 - 19:16 WIB

Dr. Juni Wati Sri Rizki, S.Sos., M.A
Trending di News